Amonia (NH3) dan proses Haber-Bosch: Detonator ledakan populasi manusia dan dampak bencananya

 Oleh: Arsel Pau Riwu

(Sumber gambar: CEN.ACS.ORG)


Ringkasan: Lonjakan populasi manusia dari 1,6 miliar pada tahun 1900 menjadi 8,2 miliar pada tahun 2024 tidak terlepas dari peran senyawa nitrogen, terutama amonia (NH₃) dalam produksi pangan berbasis pupuk sintetis. Penemuan oleh kimiawan Jerman, Fritz Haber, pada tahun 1908 (dasar metode Haber-Bosch), yang berhasil mengubah nitrogen inert (N2) di atmosfer menjadi amonia reaktif (alternatif jalur biofiksasi oleh organisme), tidak hanya merevolusi pertanian tetapi juga membawa pertumbuhan populasi spesies manusia pada tahap yang baru. Setiap tahun, sekitar 170 juta metrik ton amonia diproduksi di seluruh dunia, dengan sekitar 80% di antaranya digunakan untuk pupuk. Diperhitungkan bahwa 48% populasi dunia bergantung pada tanaman yang ditanam menggunakan pupuk sintetis. Kebutuhan manusia akan nitrogen dari luar tubuh erat kaitannya dengan sembilan jenis asam amino esensial yang diperlukan untuk sintesis protein di sel tubuh. Namun, di balik keberhasilan ini, terdapat tantangan besar terkait ukuran populasi manusia, dampak lingkungan, dan perubahan perilaku sosial yang harus diperhatikan. Wawasan mengenai dampak overpopulasi tergambar melalui Eksperimen Universe 25 oleh John B. Calhoun (1968), yang menunjukkan bagaimana kepadatan populasi pada tikus dapat memicu keruntuhan sosial (societal collapse). Meski hasilnya tidak sepenuhnya paralel dengan spesies manusia, eksperimen ini menjadi pengingat tegas akan pentingnya mengelola pertumbuhan populasi, ketidaksetaraan, dan tekanan sosial untuk menjaga stabilitas ekosistem.

 

Jika pembaca tulisan ini ditanya tentang inovasi paling signifikan dalam sejarah manusia sejak abad ke-20, jawabannya bisa diperkirakan akan sangat beragam. Beberapa mungkin akan menyebut energi nuklir, eksplorasi luar angkasa, komputer, atau kecerdasan buatan. Namun, menurut saya, ada inovasi yang lebih fundamental dalam konteks perkembangan populasi manusia, yaitu metode sintesis ammonia (NH3) dari unsur-unsurnya. Dunia mungkin menjadi tempat yang lebih baik dengan hadirnya kecerdasan buatan, namun, populasi manusia tidak akan meningkat secara signifikan dari 1,6 miliar pada tahun 1900 menjadi 8,2 miliar pada tahun 2024 tanpa keberadaan senyawa kimia berbasis nitrogen termasuk amonia. Amonia (NH3) telah menjadi salah satu variabel penting dalam mendukung pertumbuhan populasi global melalui perannya dalam produksi pupuk sintetis, yang secara langsung mendukung ketahanan pangan dunia.

 

Kebutuhan manusia akan nitrogen dalam tubuh erat kaitannya dengan asam amino esensial yang diperlukan untuk sintesis protein di jaringan tubuh. Dari 20 jenis asam amino, terdapat sembilan yang tidak dapat diproduksi atau disintesis oleh tubuh, yaitu fenilalanin, valin, histidin, metionin, isoleusin, leusin, lisin, treonin, dan triptofan. Tumbuhan dan hewan merupakan sumber utama asam amino esensial tersebut. Pada tumbuhan, nitrogen dapat diperoleh melalui proses biofiksasi nitrogen atmosfer (N₂) menjadi amonia (NH₃) atau senyawa nitrogen lain oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan tanaman legum, seperti kacang tanah dan kedelai. Nitrogen juga diperoleh dari daur ulang sisa tanaman dan kotoran hewan, namun, sumber-sumber alami ini hanya mampu memenuhi sekitar setengah dari kebutuhan nitrogen global. Tanaman non-legum, seperti jagung dan padi, umumnya tidak memiliki hubungan simbiotik dengan bakteri pengikat nitrogen seperti Rhizobium. Akibatnya, jenis vegetasi ini tidak mendapatkan manfaat dari proses biofiksasi dan bergantung pada sumber nitrogen tambahan, seperti pupuk sintetis.

 

Selama miliaran tahun pertama kehidupan di Bumi, nitrogen inert (N₂) di lautan dan atmosfer hanya dapat diubah menjadi nitrogen reaktif yang mendukung pembentukan matriks biologi melalui dua mekanisme, yaitu dengan bantuan aliran kalor yang dihasilkan oleh sambaran petir yang melintasi atmosfer, atau aktivitas mikroba yang menghirup udara dan menggunakan enzim untuk memecah ikatan kovalen rangkap tiga dinitrogen. Namun, pada tahun 1908, kimiawan Fritz Haber berhasil mengembangkan metode atau jalur ketiga mensintesis ammonia dengan mereaksikan dinitrogen dari udara dengan hidrogen yang diperoleh dari gas alam menggunakan katalis logam pada tekanan dan suhu tinggi. Carl Bosch kemudian mengadaptasi proses ini untuk skala industri, dan pada tahun 1913, pabrik komersial pertama untuk proses Haber-Bosch mulai beroperasi. Sejak saat itu, proses Haber-Bosch telah mengalami berbagai modifikasi untuk meningkatkan aspek keberlanjutannya. Salah satu inovasi adalah penambahan unit penangkapan karbon, yang berfungsi mengurangi emisi dari proses konvensional dan menghasilkan "amonia biru" sebagai alternatif sementara selama transisi menuju teknologi yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan hidrogen dari elektrolisis air yang didukung energi terbarukan memungkinkan produksi amonia dengan emisi karbon yang lebih rendah. Penelitian juga terus berfokus pada pengembangan katalis baru yang memungkinkan sintesis amonia dilakukan pada kondisi suhu dan tekanan yang lebih rendah, sehingga mengurangi konsumsi energi. Di sisi lain, fleksibilitas pabrik terus dioptimalkan melalui perancangan ulang komponen utama reaktor agar dapat beradaptasi dengan intermitensi pasokan energi terbarukan. Semua upaya ini bertujuan untuk menciptakan solusi produksi amonia yang lebih berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masa depan.[1]

 

 

Proses sintesis amonia melalui metode Haber–Bosch adalah salah satu inovasi paling signifikan dalam sejarah, yang telah mendorong peningkatan populasi global selama lebih dari satu abad terakhir. Setiap tahun, sekitar 170 juta metrik ton amonia diproduksi di seluruh dunia, dengan sekitar 80% di antaranya digunakan untuk pupuk. Diperhitungkan bahwa 48% populasi dunia bergantung pada tanaman yang ditanam menggunakan pupuk sintetis. International Fertilizer Association dalam laporannya pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa sekitar 150 juta metrik ton amonia diproduksi dengan metode Haber–Bosch. Oleh karena itu, tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa di antara semua pencapaian teknologi abad ke-20, proses Haber-Bosch memiliki dampak terbesar terhadap keberlangsungan hidup manusia. Dengan populasi global yang kini melampaui 8 miliar, kebutuhan pangan menjadi esensial untuk mendukung pertumbuhan dan fungsi tubuh manusia. Dalam laporan Nature Geoscience tahun 2008, diestimasi bahwa tanpa keberadaan amonia, pupuk anorganik tidak akan tersedia, dan hampir setengah populasi dunia kemungkinan besar akan menghadapi ancaman kelaparan. [2]

 

Keberhasilan produksi amonia dalam skala industri dan dampaknya terhadap ledakan populasi manusia juga membawa konsekuensi negatif bagi lingkungan dan aspek kemanusiaan. Peningkatan penggunaan nitrogen, seperti dalam pupuk, telah mencemari sumber air minum dan meningkatkan risiko kepunahan bagi berbagai spesies. Limpasan nitrogen dari pupuk memicu proses eutrofikasi di perairan, yaitu peningkatan kadar nutrisi yang menyebabkan pertumbuhan alga secara berlebihan (algal bloom). Ketika alga mati dan terurai, oksigen di air menurun drastis, menciptakan zona mati (dead zones), yang mengancam keberlangsungan hidup spesies akuatik. Selain itu, gas nitrogen yang dilepaskan selama penggunaan pupuk berkontribusi pada polusi udara, sementara proses Haber-Bosch menjadi penyumbang utama perubahan iklim, menyumbang sekitar 1% dari total emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh manusia. [3] 

 

Peningkatan populasi manusia dalam konteks sistem kehidupan memerlukan energi dan sumberdaya alam untuk terus bertahan. Ketika ukuran dan kompleksitas sistem tersebut bertambah, kebutuhan energi dan sumberdaya untuk pemeliharaannya komplesitas populasi juga meningkat. Hal ini menyebabkan semakin sedikit energi yang dapat dialokasikan untuk aktivitas penting seperti reproduksi, pertumbuhan individu, menjaga kesehatan, dan melindungi diri dari parasit serta patogen, seiring bertambahnya jumlah populasi. Lebih lanjut, sumber daya yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan dan tempat tinggal terbagi menjadi sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan. Sumber daya tidak terbarukan, seperti mineral, air, bahan bakar, dan material bangunan, memerlukan proses ekstraksi yang semakin sulit seiring waktu karena cadangannya terus menipis. Sementara itu, sumber daya terbarukan, seperti air tawar, menghadapi tantangan berupa pencemaran yang berdampak tidak hanya pada manusia tetapi juga pada spesies darat yang menjadi dasar makanan, obat-obatan, bahan bangunan, dan berbagai layanan ekosistem lainnya.[4] 

 

Potensi dampak negatif peningkatan populasi manusia juga dapat dilihat dari aspek perilaku sosial yang berhubungan dengan kemungkinan keruntuhan masyarakat (societal collapse). Wawasan mengenai dampak overpopulasi ini tercermin dalam Eksperimen Universe 25 oleh John B. Calhoun, yang dimulai pada 1968. Eksperimen tersebut melibatkan empat pasangan tikus yang dimasukkan ke dalam kandang khusus, disebut sebagai "Taman Eden", dengan lingkungan kaya sumber daya namun terbatas ruangnya. Hasil studi ini menunjukkan bahwa stres sosial dan kepadatan populasi dapat memicu keruntuhan masyarakat. Meskipun makanan dan tempat berlindung tersedia berlimpah, tikus-tikus tersebut mengalami kerusakan perilaku sosial, peningkatan agresi, pengabaian terhadap anak, dan penarikan diri dari reproduksi, yang akhirnya mengarah pada kepunahan. Meskipun terdapat kontroversi dalam menghubungkan hasil eksperimen ini secara langsung paralel dengan manusia, ledakan populasi manusia yang masif berpotensi menghadapi tantangan serupa, seperti kelangkaan sumber daya, fragmentasi sosial, dan masalah kesehatan mental di area padat penduduk. Walaupun manusia memiliki kemampuan untuk berinovasi dan mengelola sumber daya secara berkelanjutan, eksperimen ini menekankan pentingnya menangani isu kepadatan populasi dan ketidaksetaraan untuk mencegah disfungsi sosial. Ini menjadi pengingat tegas bahwa pertumbuhan populasi yang tidak terkendali dapat membebani ekosistem dan sistem sosial, sehingga diperlukan solusi proaktif untuk memastikan stabilitas dan kesejahteraan jangka panjang. [5]

 

Referensi: 

[1] Editorial. Green ammonia synthesis. 2023. nature synthesis. https://doi.org/10.1038/s44160-023-00362-y

[2] Vaclav Smil. Detonator of the population explosion. 1999. millennium essay

[3] MATT BLOIS, C&EN STAFF. The industrialization of the Haber-Bosch process. 2023. AGRICULTURE.

[4] William Z. Lidicker Jr. A Scientist’s Warning to humanity on human population growth. 2020. Global Ecology and Conservation. https://doi.org/10.1016/j.gecco.2020.e01232

[5] Annie Melchor. Universe 25 Experiment. https://www.the-scientist.com/universe-25-experiment-69941

Comments

Popular posts from this blog

Bensin Oplosan: Apakah BBM RON-90 Dapat Diubah Menjadi BBM RON-92?

Perubahan/perluasan konsep Ikatan Kimia: Ikatan kovalen berelektron tunggal telah terkonfirmasi secara experiment untuk pertama kali – pembuktian postulat hampir 100 tahun