Bensin Oplosan: Apakah BBM RON-90 Dapat Diubah Menjadi BBM RON-92?

Oleh: Arsel Arianto Pau Riwu

 

(Sumber gambar: mol.id)

Sejak bulan Februari 2025, sejumlah pemberitaan nasional di Indonesia secara intensif mengangkat isu pencampuran (oplos/blending) bahan bakar minyak (BBM) di Pertamina, khususnya terkait dengan Pertalite dan Pertamax. Hal ini juga mengarah pada pertanyaan terkait dengan bilangan oktan dan apakah praktik oplosan dapat memengaruhi angka oktan.

 

Dalam proses produksi bahan bakar, minyak bumi yang memiliki spesifikasi tertentu diproses melalui kilang untuk menghasilkan BBM dengan kualitas yang berbeda. Kualitas dan spesifikasi bahan bakar sangat bergantung pada berbagai tahap dalam proses produksi yang dilakukan di kilang, seperti destilasi, hidrokraking, dan isomerisasi. Tahap-tahap ini menentukan komposisi senyawa dalam bensin, yang pada gilirannya memengaruhi performa dan efisiensi pembakaran dalam mesin. Pertamina menawarkan empat jenis BBM untuk memenuhi kebutuhan kendaraan, yakni Premium, Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Jumbo, yang masing-masing dirancang untuk mesin dengan spesifikasi rasio kompresi yang bervariasi. [1]

 

Apa itu RON?

Salah satu parameter utama dalam menentukan kualitas bahan bakar adalah angka oktan, yang mengukur ketahanan bahan bakar terhadap kompresi (dalam combustion chamber) sebelum terbakar. Dalam hal ini, parameter Research Octane Number (RON) digunakan untuk menilai performa bahan bakar dalam kondisi beban ringan, sementara Motor Octane Number (MON) menilai performa pada kondisi beban tinggi. Biasanya, angka oktan ditampilkan di stasiun pengisian bahan bakar dengan menggunakan nilai RON, yang merupakan campuran referensi dari isooktana dan n-heptana. Misalnya, Pertamax dengan RON 92 setara kualitasnya dengan campuran 92% isooktana dan 8% n-heptana, sedangkan Pertalite yang memiliki RON 90 setara dengan campuran 90% isooktana dan 10% n-heptana.

 

Selain RON, sebenarnya terdapat beberapa parameter lain yang umum digunakan untuk mendeskripsikan kualitas bahan bakar gasoline (bensin), seperti densitas, kandungan sulfur, kandungan timbal (Pb), dan kalor pembakaran. Namun, tulisan ini akan fokus pada parameter angka oktan, yang merupakan ukuran ketahanan bahan bakar terhadap kompresi sebelum terjadi pembakaran.

 

Angka oktan umumnya ditentukan dengan menggunakan parameter RON dan MON. Di beberapa negara, digunakan Anti-Knock Index (AKI), yaitu rata-rata dari RON dan MON, sebagai angka oktan yang ditampilkan di stasiun pengisian bahan bakar. Oktana sendiri merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul C₈H₁₈. Skala oktan didasarkan pada dua bahan bakar referensi yaitu isomer iso-oktana (2,2,4-Trimethylpentane), yang sangat tahan terhadap knocking dan diberi nilai referensi 100, serta n-heptana (C₇H₁₆), yang mudah mengalami knocking dan diberi nilai oktan 0. Nilai oktan dari beberapa struktur hidrokarbon normal dan bercabang C₅-C₈ dapat dilihat dalam tabel 1 di bawah ini. [2]

 

Tabel 1. Nilai oktan dari beberapa struktur hidrokarbon normal dan bercabang C₅-C₈



Perlu dipahami bahwa campuran hidrokarbon dalam bensin tidak hanya terdiri dari dua komponen isooktana dan n-heptana, melainkan sangat beragam. Campuran bensin umumnya mengandung berbagai jenis senyawa hidrokarbon yang dikelompokkan berdasarkan strukturnya, seperti paraffin (alkana), isoparafin (alkana bercabang/isooktana), naften (sikloalkana), olefin (alkena), dan aromatik.

 

Angka Oktan dan Kinerja Mesin - Berapa RON Terbaik untuk Kendaraan?

Pada mesin kendaraan konvensional (internal combustion engine), bahan bakar yang dicampur dengan udara akan dikompresi oleh piston. Dengan tekanan yang tinggi dan volume yang kecil, campuran tersebut akan dibakar oleh percikan api dari busi untuk menghasilkan energi yang menggerakkan roda kendaraan. Mesin dirancang untuk membakar bahan bakar dalam pembakaran yang terkendali. Namun, jika campuran udara-bahan bakar terbakar sebelum waktunya, akan terjadi pembakaran spontan, atau yang disebut detonasi atau knocking. Hal ini terjadi ketika suhu dan tekanan yang meningkat dari pembakaran utama menyebabkan bahan bakar yang belum terbakar menyala. Pembakaran sekunder yang tidak terkendali ini menyebabkan lonjakan tekanan dalam silinder dan memicu knocking. Persaingan antara pembakaran yang diinginkan (terkendali) dan yang tidak diinginkan (spontan) mengakibatkan energi dari pembakaran bahan bakar tersebar secara tidak merata dan tidak efisien. Kondisi ini dapat merusak dan memberi tekanan tinggi pada piston mesin sebelum memasuki fase power stroke (siklus dimana gerakan piston menghasilkan daya).


Gambar 1. (a) Pembakaran normal di silinder mesin bensin, (b) Pembakaran spontan di silinder mesin bensin yang menyebabkan knocking pada mesin, dan (c) Pra-ignisi di dalam silinder mesin. [3]

 

Hubungan antara knocking dan struktur hidrokarbon dalam bensin bergantung pada beberapa faktor. Alkana bercabang dan sikloalkana memiliki nilai oktan lebih tinggi dan terbakar lebih merata dibandingkan dengan alkana rantai lurus. Contohnya, n-heksana (C₆) memiliki nilai oktan 25, sementara sikloheksana (C₆) memiliki nilai oktan 83. Selain itu, alkana pendek seperti butana (C₄H₁₀) terbakar lebih baik dibandingkan dengan alkana panjang seperti heptana (C₇H₁₆). Alkena umumnya lebih mudah terbakar dibandingkan alkana, sedangkan hidrokarbon aromatik memiliki pembakaran yang lebih stabil dibandingkan dengan sikloalkana. Struktur molekul dalam bensin sangat memengaruhi kemampuannya dalam menghasilkan pembakaran yang bersih dan efisien, yang pada akhirnya berdampak pada performa mesin.

 

Keselarasan penggunaan bahan bakar dengan angka oktan tertentu dapat diatur dengan memperhatikan rasio kompresi mesin. Parameter ini merupakan perbandingan antara volume silinder mesin ketika piston berada pada titik paling bawah (Vmax) dengan posisi piston pada titik paling atas (Vmin). Bahan bakar dengan angka oktan tinggi, seperti RON 91, 95, atau 98, lebih cocok untuk mesin berperforma tinggi yang bekerja pada rasio kompresi tinggi. Sementara itu, bahan bakar dengan angka oktan lebih rendah, seperti RON 87, cukup untuk mesin standar. Penggunaan angka oktan yang sesuai memastikan kinerja mesin yang optimal, efisiensi bahan bakar, dan umur mesin yang lebih panjang.

 

Pertamina menyediakan berbagai jenis bensin yang disesuaikan dengan rasio kompresi mesin kendaraan. Premium, dengan warna kuning dan oktan 88, direkomendasikan untuk mesin dengan rasio kompresi 9:1. Sedangkan Pertalite, yang berwarna hijau dan memiliki oktan 90, lebih cocok digunakan pada mesin dengan rasio kompresi 9:1 hingga 10:1. Untuk mesin dengan rasio kompresi 10:1 hingga 11:1, Pertamax berwarna biru dan oktan 92 menjadi pilihan yang tepat. Bagi kendaraan dengan rasio kompresi 11:1 hingga 13:1, Pertamax Turbo yang berwarna merah dan memiliki oktan 98 menawarkan pembakaran yang lebih efisien. Terakhir, Pertamax Racing dengan oktan 100, khusus untuk mesin berperforma tinggi dengan rasio kompresi 13:1 ke atas, memberikan daya dorong maksimal.

 

Bahan Aditif pada Bensin

Beberapa senyawa dapat ditambahkan ke bensin untuk menjadi octane booster dan meningkatkan sifat anti-knocking (mencegah ketukan piston). Aditif yang paling terkenal adalah timbal tetraetil (TEL), yang dapat meningkatkan angka oktan. Namun pengguaan senyawa ini menyebabkan tingginya kadar timbal di udara, terutama di daerah perkotaan dengan bersifat beracun yang dapat berakibat kerusakan otak pada anak-anak. [4]

 

Kendaraan modern telah dilengkapi dengan konverter katalitik untuk menghilangkan polutan dari gas buang. Namun, timbal dan logam lainnya dapat meracuni katalis dalam konverter katalitik dan menghambat kemampuannya dalam mempercepat reaksi pembersihan emisi. Oleh karena itu, dampak negatif timbal telah mendorong pelarangan aditif timbal dalam bensin selama beberapa tahun di Amerika Serikat, Eropa, dan negara lainnya. Aditif lain yang dapat meningkatkan bilangan oktan ialah Ferrocene, senyawa kompleks organometal dengan atom besi terkoordinasi dua ligan cincin aromatic. Namun, senyawa ini dapat menghasilkan Fe2O3 yang berdampak negative pada mesin, mengakibatkan abrasi dan pengurangan volume chamber. Sebagai alternatif, berbagai aditif yang lebih ramah lingkungan telah dikembangkan, seperti TAME (tert-amyl methyl ether) dengan nama IUPAC 1,1 dimetilpropil metil eter, yang dapat meningkatkan sifat anti-knocking pada bensin.


Gambar 2. Struktur (a) timbal tetraetil dan (b) 1,1 dimetilpropil metil eter

 

Apakah gasoline RON-90 bisa diubah jadi BBM RON-92 ?

Pencampuran bahan bakar (oplosan) menjadi isu yang banyak diperbincangkan dalam konteks ini. Proses pengubahan BBM RON-90 menjadi BBM RON-92 dapat dilakukan namun tidaklah sesederhana mencampurkan dua bahan bakar dengan angka oktan berbeda. Meskipun memungkinkan secara teknis untuk meningkatkan angka oktan bahan bakar dengan menggunakan metode kimia seperti isomerisasi atau penambahan aditif tertentu (octane booster), perubahan ini memerlukan teknologi pengolahan yang tepat. Tanpa proses yang tepat, perubahan ini berisiko menyebabkan ketidakstabilan komposisi bahan bakar yang dapat memengaruhi kinerja mesin serta efisiensi bahan bakar. Pencampuran yang tidak tepat, yang mungkin terjadi dalam kasus oplosan, bisa berakibat fatal bagi performa kendaraan. 

 


Referensi:


[1] CNN Indonesia. (2020, May 23). Cara Tahu Bensin Berdasarkan Oktan dan Kompresi Mesin. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20200523170442-584-506269/cara-tahu-bensin-rekomendasi-dari-oktan-dan-kompresi-mesin

 

[2] Mannanova, G., et al. (2021). Journal of Physics: Conference Series, 1745, 012043. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1745/1/012043

 

[3] U.S. Energy Information Administration. (n.d.). Octane in depth. U.S. Energy Information Administration. Retrieved March 9, 2025, from https://www.eia.gov/energyexplained/gasoline/octane-in-depth.php

 

[4] UCT Chemical Engineering Schools Project. (2010). Chemical Industries Resource Pack. Cape Town.

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Perubahan/perluasan konsep Ikatan Kimia: Ikatan kovalen berelektron tunggal telah terkonfirmasi secara experiment untuk pertama kali – pembuktian postulat hampir 100 tahun

Amonia (NH3) dan proses Haber-Bosch: Detonator ledakan populasi manusia dan dampak bencananya