Pendidikan lingkungan yang kontekstual: mempersiapkan ulang generasi masa depan bagi keberlanjutan spesies Komodo (Varanus komodoensis)

Keterangan Gambar: Komodo di TNK (Sumber: Republika.co.id)

Oleh: Arsel Arianto Pau Riwu (BGKH – Kupang)


Komodo (Varanus komodoensis) merupakan satwa endemik purba yang dimiliki Indonesia, dengan habitatnya terbatas di gugus kepulauan bagian barat Flores seperti di pulau Komodo, pulau Rinca, pulau Gili Motang dan pulau Gili Dasami - Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Reptil ini memiliki panjang tubuh berkisar 60 cm sampai lebih dari 200 cm, dengan massa tubuh dapat mencapai lebih dari 100 kg. Habitat dan spesies Komodo, telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs Warisan Alam Dunia (World Heritage Site) pada tahun 1991. Sementara oleh Pemerintah Indonesia, habitatnya telah dimasukan sebagai kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) dengan luas total mencapai 1.817 km2, dimana 33% di antaranya daratan dan 67% merupakan perairan laut [1].

 

Dalam catatan International Union for Conservation of Nature (IUCN), spesies Komodo berada pada status rentan punah (Vulnerable), dikarenakan populasinya yang cenderung menurun dengan sebaran yang terbatas dan spesifik. Berdasarkan data yang dipublikasikan pada website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total populasi spesies Komodo pada tahun 2019 mencapai 3000 individu, dengan konsentrasi utama berada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca [2]. Salah satu contoh nyata ancaman kepunahan Komodo adalah dalam beberapa laporan ilmiah hasil observasi, telah diungkapkan bahwa spesies Komodo dipastikan pernah menghuni Pulau Padar sampai tahun 1980-an. Namun pada tahun 1990-an, perjumpaan langsung manusia dengan spesies ini semakin jarang dan hanya jejak kaki dan kotoran yang dijumpai. Survei tahun 2006 oleh tim peneliti TNK dan akademisi IPB pada lebih dari 50% total area Pulau Padar (1600 ha), menunjukkan bahwa tidak ditemukannya spesies Komodo baik secara langsung, jejak seperti kotoran dan bekas makanan, maupun dengan indikator lain seperti keberadaan bangkai binatang (rusa) yang masih utuh – dimana jika terdapat Komodo di suatu habitat, maka umumnya bangkai binatang akan cepat dimakan oleh Komodo. Faktor utama punahnya Komodo dari Pulau Padar disebabkan oleh berkurangnya populasi hewan sumber makanan seperti Rusa Timor dan Babi Hutan, akibat aktivitas perburuan liar oleh penduduk yang bebas masuk dan keluar pulau tersebut [1].

 

Persoalan terkini berkaitan dengan populasi dan ekosistem spesies Komodo ialah adanya eksploitasi, investasi, penataan dan pembangunan fasilitas pariwisata seperti proyek kawasan pariwisata Premium - 'Jurassic Park' yang digagas oleh pemerintah. Dalam perspektif bioekologi, pembangunan infrastruktur permanen dalam skala besar yang memodifikasi habitat nature Komodo akan mereduksi ruang dan daya dukung hidup, merusak ekosistem dan semakin menekan populasi spesies Komodo ke tingkat kepunahan. Dalam beberapa laporan ilmiah, spesies Komodo diketahui merupakan hewan yang sensitif dengan kondisi lingkungan biotik maupun abiotik sekitar. Perubahan lingkungan fisik maupun sosial akibat modifikasi habitat sangat berpengaruh pada aspek biologis dan psikologi Komodo, melalui jalur rantai makanan, ruang hidup, interaksi dengan manusia dan aspek lainnya [3]. Kajian ilmiah terhadap respon fenotif (perilaku, ukuran tubuh, dan kondisi tubuh) dan demografi (struktur umur, rasio jenis kelamin, kelangsungan hidup dan kepadatan populasi) dari Komodo terhadap variasi aktivitas manusia di Pulau Rinca dan Pulau Komodo telah dilaporkan oleh Jessop, et al (2018). Dalam kajian tersebut, diantaranya ditemukan bahwa respon Komodo yang berada di area dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan manusia di Pulau Komodo cenderung memberikan reaksi kewaspadaan yang rendah, dibandingkan dengan respon Komodo yang berada di area dengan tingkat interaksi dengan manusia yang rendah di pulau Rinca. Dalam laporan tersebut juga dicatat adanya potensi konsekuensi negatif dari perubahan perilaku Komodo di kawasan ekowisata yang dapat mempengaruhi proses demografis melalui persaingan atau pemangsaan intraspesifik. Pada aspek fisik, Komodo yang terpapar ekowisata menunjukkan massa tubuh yang lebih besar karena subsidi nutrisi substansial dari makanan yang dibawa manusia [4].

 

Persoalan populasi dan ekosistem Komodo yang telah disebutkan, oleh beberapa praktisi dan akademisi menilai terdapat kontribusi yang besar dari kebijakan pemerintah dalam pengelolaan spesies dan ekosistem Komodo yang tidak didasarkan pada kajian sains. Selain itu, faktor penting lainnya ialah berhubungan dengan pemahaman, kesadaran dan sikap positif masyarakat yang rendah terhadap kelestarian lingkungan dan keberlanjutan Komodo. Secara umum, persoalan lingkungan dan populasi Komodo disebabkan oleh pola pikir dan perilaku manusia. Oleh karena itu, untuk menangani persoalan tersebut, pendidikan memiliki peranan yang strategis sebagai sarana memodifikasi dan membangun pengetahuan, kesadaran, skill, komitmen dan sikap positif manusia terhadap Komodo dan ekosistemnya [5]. Melalui pendidikan, secara umum masyarakat sipil dan pemerintah diharapkan paham dan sadar untuk tidak mengeksploitasi ekosistem Komodo secara destruktif. Secara spesifik, kelompok masyarakat minor (masyarakat adat dan pemukim asli) juga harus memiliki literasi sains dan lingkungan yang baik untuk dapat mengakses, mengontrol, dan mempengaruhi informasi dan kebijakan pemerintah, serta mampu mempertahankan hak mereka secara sosial, ekologi dan ekonomi sebagai bagian penting dari ekosistem Komodo.


Secara nasional, sebenarnya telah ada program integrasi pendidikan dengan isu lingkungan pada sekolah formal, contohnya ialah melalui program Sekolah Adiwiyata. Namun, pelaksanaan program ini masih sangat terbatas pada sekolah tertentu, dengan kuantitas yang belum representatif untuk jumlah generasi masa depan tingkat sekolah yang dimiliki Indonesia [5]. Pendidikan lingkungan yang kontekstual terkait dengan kelestarian Komodo merupakan upaya mengintegrasikan isu-isu dan persoalan lingkungan dalam proses pembelajaran, dengan konteks yang relevan terhadap pengalaman hidup peserta didik dengan lingkungannya. Melalui pendidikan lingkungan, perlu untuk mempersiapkan ulang generasi masa depan dengan pemahaman, kesadaran dan sikap yang positif terhadap pelestarian spesies dan ekosistem Komodo. Hal ini perlu diaplikasikan secara masif dan terstruktur pada peserta didik, terlebih khusus di Kabupaten Manggarai Barat. Urgensi pelaksanaan pendidikan lingkungan bagi peserta didik adalah sebagai generasi masa depan akan secara gradual mengambil alih porsi peranan yang penting dalam pemerintahan, aktivitas ekonomi, sosial, pendidikan, sains dan lingkungan. Dengan peranan dan kontribusi yang dimiliki generasi masa depan, penting untuk memastikan akan terbentuknya masyarakat dengan mentalitas yang berkarib dengan lingkungan, dimana kesalahan generasi sekarang dan masa lalu dalam pola interaksi yang destruktif dengan lingkungan dapat diminimalisir.

 

Melalui pendidikan lingkungan, minimal diharapkan dapat mempersiapkan ulang generasi masa depan yang konstruktif secara kognitif dan mental pada pelestarian Komodo. Maksud dari “mempersiapkan ulang” ialah bahwa manusia terlebih khusus yang bermukim di sekitar ekosistem Komodo, pada generasi yang lampau dengan tingkat pendidikan, teknologi dan kompleksitas hidup yang masih rendah, pernah memiliki pola interaksi yang “lebih baik” dengan spesies ini dan ekosistemnya. Hal ini berbeda dengan pola interaksi dan dampak yang terjadi pada beberapa dekade terakhir, dimana secara umum manusia semakin mengeksploitasi spesies Komodo dan ekosistemnya untuk tujuan pariwisata dan ekonomi. Oleh karena itu, upaya terhadap kelestarian Komodo selain dilaksanakan secara real sebagai solusi jangka pendek dan menengah, tetapi juga untuk tujuan jangka panjang penting untuk mempersiapkan masa depan dan generasi yang lebih baik melalui pendidikan.

 

Pada pendidikan formal, persoalan yang harus diatasi dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan yang kontekstual diantaranya ialah berkaitan dengan desain kurikulum nasional dan kesiapan sumber daya manusia. Secara sederhana, design kurikulum diharapkan dapat memberikan porsi yang lebih banyak terhadap muatan pembelajaran dan pengembangan keilmuan (project/riset) di sekolah formal yang berbasis masalah real dan kontekstual terkait aspek lingkungan. Sementara dari aspek kesiapan sumber daya manusia, diperlukan upaya yang holistik dan terintegrasi dari semua pihak seperti pengambil kebijakan, praktisi lingkungan dan pendidikan, akademisi, guru, orang tua dan siswa dalam mempersiapkan generasi masa depan. Upaya mendukung dan mempersiapkan dunia pendidikan dan pihak terkait utamanya guru dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan merupakan tanggungjawab semua pihak, termasuk pemerintah dan organisasi non-pemerintah (NGO). Upaya dimaksud dapat dimulai dari hal-hal praktis dalam dunia pembelajaran, seperti memberikan seminar dan pelatihan bagi tenaga pendidik dalam menyusun rencana (lesson plan) dan melaksanakan pembelajaran yang terintegrasi isu lingkungan dengan metode yang sesuai. Hal ini perlu dilaksanakan, karena salah satu alasannya ialah materi pembelajaran terkait lingkungan tidak diajarkan secara monolitik pada kelas formal, tetapi dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran tiap tingkatan. Sehingga, secara khusus diperlukan keterampilan guru sebagai fasilitator dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan aspek lingkungan. Contoh masalah terkait lingkungan dalam kaitannya dengan pelestarian Komodo yang dapat didalami oleh peserta didik dalam pembelajaran diantaranya ialah diversitas habitat, daya tahan dan daya dukung ekosistem terhadap keberlanjutan hidup Komodo, masalah pencemaran ekosistem, hukum negara dan hukum internasional terkait perlindungan lingkungan dan berbagai masalah turunan dari tindakan manusia terhadap lingkungan hidup.


 

Referensi:

 

[1]. Abdul Haris dkk, (2010). Kajian ekologi dan status keberadaan Komodo (Varanus Komodoensis) di ulau Padar Taman Nasional Komodo. Media Konservasi Vol. 15, No. 1 April 2010 : 13 – 20

 

[2]. http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2722

 

[3]. V. a. (1997). Human domination of earth's ecosystems. Science 277, 494-499. Retrieved from https://doi.org/10.1126/science.277.5325.494

 

[4]. Jessop, T. S., at al., (2018). Effects of human activities on Komodo dragons in Komodo National Park. Springer.

 

[5]. Nurwidodo. (2020). The environmental education sustainability at SMA adiwiyata malang. JournalNX- A Multidisciplinary Peer Reviewed Journal ISSN No: 2581 - 4230. VOLUME 6, ISSUE 6, June -2020.

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman pribadi mengurus Visa J1 untuk studi ke Amerika Serikat

Holobion: cara rasional melihat tubuh manusia (Homo sapiens) sebagai organisme minoritas dalam dunia mikrobioma

Fragmen catatan tentang spesies manusia (Homo sapiens): Asal usul dan profil yang tidak signifikan hingga jalur menuju kepunahan